artikel perilaku keorganisasian
Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
Hakekat Lembaga Sosial
Keberadaan lembaga sosial tidak lepas dari adanya nilai dan norma dalam masyarakat. Di mana nilai merupakan sesuatu yang baik, dicita- citakan, dan dianggap penting oleh masyarakat. Oleh karenanya, untuk mewujudkan nilai sosial, masyarakat menciptakan aturan-aturan yang tegas yang disebut norma sosial. Nilai dan norma inilah yang membatasi setiap perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Sekumpulan norma akan membentuk suatu sistem norma. Inilah awalnya lembaga sosial terbentuk. Sekumpulan nilai dan norma yang telah mengalami proses institutionalization menghasilkan lembaga sosial.
Proses terbentuknya Lembaga Sosial
Para ilmuan sosial hingga saat ini masih berdiskusi tentang penggunaan istilah yang berhubugnan dengan ”seperangkat aturan/ norma yang berfungsi untuk anggota masyarakatnya”. Istilah untuk menyebutkan seperangkat aturan/ norma yang berfungsi untuk anggota masyarakatnya itu, terdapat dua istilah yang digunakan, yaitu ”social institution” dan ”lembaga kemasyarakatan”. Mana yang benar? Tentu semunya tidak ada yang salah, semuanya benar. Hanya saja ada perbedaan penekanannya. Mereka yang menggunakan istilah ”social institution” pada umumnya adalah para antropolog, dengan menekankan sistem nilai-nya. Sedangkan pada sosiolog, pada umumnya menggunakan istilah lembaga kemasyarakatan atau yang dikenal dengan istilah lembaga sosial, dengan menekankan sistem norma yang memiliki bentuk dan sekaligus abstrak. Pada tulisan ini, akan digunakan istilah lembaga sosial dengan tujuan untuk mempermudah tingkat pemahaman dan sekaligus merujuk pada kurikulum sosiologi yang berlaku saat ini.
Pada awalnya lembaga sosial terbentuk dari norma-norma yang dianggap penting dalam hidup bermasyarakatan. Terbentuknya lembaga sosial berawal dari individu yang saling membutuhkan , kemudian timbul aturan-aturan yang disebut dengan norma kemasyarakatan. Lembaga sosial sering juga dikatakan sebagai sebagai Pranata sosial.
Suatu norma tertentu dikatakan telah melembaga apabila norma tersebut :
1. Diketahui
2. Dipahami dan dimengerti
3. Ditaati
4. Dihargai
Ciri-ciri organisasi sosial
Menurut Berelson dan Steiner(1964:55) sebuah organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Formalitas, merupakan ciri organisasi sosial yang menunjuk kepada adanya perumusan tertulis daripada peratutan-peraturan, ketetapan-ketetapan, prosedur, kebijaksanaan, tujuan, strategi, dan seterusnya.
2. Hierarkhi, merupakan ciri organisasi yang menunjuk pada adanya suatu pola kekuasaan dan wewenang yang berbentuk piramida, artinya ada orang-orang tertentu yang memiliki kedudukan dan kekuasaan serta wewenang yang lebih tinggi daripada anggota biasa pada organisasi tersebut.
3. Besarnya dan Kompleksnya, dalam hal ini pada umumnya organisasi sosial memiliki banyak anggota sehingga hubungan sosial antar anggota adalah tidak langsung (impersonal), gejala ini biasanya dikenal dengan gejala “birokrasi”.
4. Lamanya (duration), menunjuk pada diri bahwa eksistensi suatu organisasi lebih lama daripada keanggotaan orang-orang dalam organisasi itu.
Alasan berorganisasi
Organisasi didirikan oleh sekelompok orang tentu memiliki alasan. Seorang pakar bernama Herbert G. Hicks mengemukakan dua alasan mengapa orang memilih untuk berorganisasi: a. Alasan Sosial (social reason), sebagai “zoon politicon ” artinya mahluk yang hidup secara berkelompok, maka manusia akan merasa penting berorganisasi demi pergaulan maupun memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat kita temui pada organisasi-organisasi yang memiliki sasaran intelektual, atau ekonomi. b. Alasan Materi (material reason), melalui bantuan organisasi manusia dapat melakukan tiga macam hal yang tidak mungkin dilakukannya sendiri yaitu: 1) Dapat memperbesar kemampuannya 2) Dapat menghemat waktu yang diperlukan untuk mencapai suatu sasaran, melalui bantuan sebuah organisasi. 3) Dapat menarik manfaat dari pengetahuan generasi-generasi sebelumnya yang telah dihimpun.
Tipe-tipe organisasi
Secara garis besar organisasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu organisasi formal dan organisasi informal. Pembagian tersebut tergantung pada tingkat atau derajat mereka terstruktur. Namur dalam kenyataannya tidak ada sebuah organisasi formal maupun informal yang sempurna.
Organisasi Formal Resmi
Organisasi formal/ Resmi adaah organisasi yang dibentuk oleh sekumpulan orang/masyarakat yang memiliki suatu struktur yang terumuskan dengan baik, yang menerangkan hubungan-hubungan otoritasnya, kekuasaan, akuntabilitas dan tanggung jawabnya, serta memilki kekuatan hukum. Struktur yang ada juga menerangkan bagaimana bentuk saluran-saluran melalui apa komunikasi berlangsung. Kemudian menunjukkan tugas-tugas terspesifikasi bagi masing-masing anggotanya. Hierarki sasaran organisasi formal dinyatakan secara eksplisit. Status, prestise, imbalan, pangkat dan jabatan, serta prasarat lainya terurutkan dengan baik dan terkendali. Selain itu organisasi formal tahan lama dan mereka terencana dan mengingat bahwa ditekankan mereka beraturan, maka mereka relatif bersifat tidak fleksibel. Contoh organisasi formal ádalah perusahaan besar, badan-badan pemerintah, dan universitas-universitas (J Winardi, 2003:9).
Organisasi informal
Keanggotaan pada organisasi-organisasi informal dapat dicapai baik secara sadar maupun tidak sadar, dan kerap kali sulit untuk menentukan waktu eksak seseorang menjadi anggota organisasi tersebut. Sifat eksak hubungan antar anggota dan bahkan tujuan organisasi yang bersangkutan tidak terspesifikasi. Contoh organisasi informal adalah pertemuan tidak resmi seperti makan malam bersama. Organisasi informal dapat dialihkan menjadi organisasi formal apabila hubungan didalamnya dan kegiatan yang dilakukan terstruktur dan terumuskan. Selain itu, organisasi juga dibedakan menjadi organisasi primer dan organisasi sekunder menurut Hicks:
• Organisasi Primer, organisasi semacam ini menuntut keterlibatan secara lengkap, pribadi dan emosional anggotanya. Mereka berlandaskan ekspektasi rimbal balik dan bukan pada kewajiban yang dirumuskan dengan eksak. Contoh dari organisasi semacam ini adalah keluarga-keluarga tertentu.
• Organisasi Sekunder, organisasi sekunder memuat hubungan yang bersifat intelektual, rasional, dan kontraktual. Organisasi seperti ini tidak bertujuan memberikan kepuasan batiniyah, tapi mereka memiliki anggota karena dapat menyediakan alat-alat berupa gaji ataupun imbalan kepada anggotanya. Sebagai contoh organisasi ini adalah kontrak kerjasama antara majikan dengan calon karyawannya dimana harus saling setuju mengenai seberapa besar pembayaran gajinya.
PERILAKU INDIVIDU
DAN PENGARUHNYA TERHADAP ORGANISASI
Pengertian Perilaku Individu
Perilaku individu adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara
individu dengan lingkungannya. Individu membawa tatanan dalam
organisasi berupa kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan,
kebutuhan, dan pengalaman masa lainnya.
Dasar-Dasar Perilaku Individu
Semua perilaku individu pada dasarnya dibentuk oleh kepribadian
dan pengalamannya. Sajian berikut ini akan diarahkan pada empat
variabel tingkat-individual, yaitu karakter biografis, kemampuan,
kepribadian, dan pembelajaran.
1. Karakteristik Biografis
Karakteristik biografis merupakan karakteristik pribadi yang terdiri
dari:
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Status Perkawinan
d. Masa Kerja
2. Kemampuan
Setiap manusia mempunyai kemampuan berfikir masing-masing.
Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun
dari dua faktor, yaitu :
a. Kemampuan Intelektual
Ada tujuah dimensi yang paling sering dikutip yang membentuk
kemampuan intelektual, yaitu:
o Kecerdasan Numerik
Kemampuan untuk berhitung dengan cepat dan tepat.
o Pemahaman Verbal
Kemampuan memahami apa yang dibaca dan didengar
serta menghubungkan kata satu dengan yang lain.
o Kecepatan Konseptual
Kemampuan mengenali kemiripan dan beda visual dengan
cepat dan tepat.
o Penalaran Induktif
Kemampuan mengenali suatu urutan logis dalam suatu
masalah dan kemudian memecahkan masalah itu.
Perilaku Individu dan Pengaruhnya terhadap organisasi Lista Kuspriatni
Perilaku Keorganisasian 2
o Penalaran Deduktif
Kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi dari
suatu argumen.
o Visualilasi Ruang
Kemampuan membayangkan bagaimana suatu objek akan
tampak seandainya posisinya dalam ruang diubah.
o Ingatan
Kemampuan menahan dan mengenang kembali
pengalaman masa lalu.
b. Kemampuan fisik
Kemampuan fisik memiliki makna penting khusus untuk
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kurang menuntut
keterampilan. Ada sembilan kemampuan fisik dasar, yaitu
kekuatan dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan statis, kekuatan,
keluwesan extent, keluwesan dinamis, koordinasi tubuh,
keseimbangan, dan stamina.
3. Kepribadian
Kepribadian adalah himpunan karakteristik dan kecenderungan
yang stabil serta menentukan sifat umum dan perbedaan dalam
perilaku seseorang.
4. Pembelajaran
Pembelajaran adalah setiap perubahan yang relatif permanen
dari perilaku yang terjadi sebagai hasil pengalaman.
K
Variabel yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi
A. Variabel-Variabel Dependen
a. Produktivitas
Yaitu suatu ukuran kinerja yang mempengaruhi keefektifan
dan efisiensi.
b. Keabsenan (kemangkiran)
Yaitu gagal atau tidak melapor untuk bekerja
c. Pengunduran diri (keluar masuknya karyawan)
Yaitu penarikan diri secara sukarela dan tidak sukarela dari
suatu organisasi
d. Kepuasan kerja
Yaitu suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang atau
selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang
pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya
mereka terima.
B. Variabel-Variabel Independen
1. Variabel-variabel level individu
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Status perkawinan
d. Masa kerja
2. Variabel-variabel level kelompok
3. Variabel-variabel level system organisasi
Stress Individu
Stress adalah tekanan atau ketegangan yang dihadapi seseorang
dan mempengaruhi emosi, pikiran, serta kondisi keseluruhan dari
orang tersebut.
Faktor pemicu stress disebut stressor
Stressor dibagi menjadi dua, antara lain :
1. Stressor On The Job (dari dalam lingkungan pekerjaan)
a) Beban kerja berlebih (overload)
b) Desakan waktu (deadline)
c) Kualitas pembimbingan rendah/low supervise
Apa itu Komunikasi Interpersonal :
Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya. (Muhammad, 2005,p.158-159).
Menurut Devito (1989), komunikasi interpersonal adalahpenyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera (Effendy,2003, p. 30).
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasiinterpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya (Mulyana, 2000, p. 73)
Menurut Effendi, pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalahkomunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya (Sunarto, 2003, p. 13).
Klasifikasi Komunikasi Interpersonal
Redding yang dikutip Muhammad (2004, p. 159-160) mengembangkan klasifikasi komunikasi interpersonal menjadi interaksi intim, percakapan sosial, interogasi atau pemeriksaan dan wawancara.
a. Interaksi intim termasuk komunikasi di antara teman baik, anggota famili, dan orang-orang yang sudah mempunyai ikatan emosional yang kuat.
b. Percakapan sosial adalah interaksi untuk menyenangkan seseorang secara sederhana. Tipe komunikasi tatap muka penting bagi pengembangan hubungan informal dalam organisasi. Misalnya dua orang atau lebih bersama-sama dan berbicara tentang perhatian, minat di luar organisasi seperti isu politik, teknologi dan lain sebagainya.
c. Interogasi atau pemeriksaan adalah interaksi antara seseorang yang ada dalam kontrol, yang meminta atau bahkan menuntut informasi dari yang lain. Misalnya seorang karyawan dituduh mengambil barang-barang organisasi maka atasannya akan menginterogasinya untuk mengetahui kebenarannya.
d) Wawancara adalah salah satu bentuk komunikasi interpersonal di mana dua orang terlibat dalam percakapan yang berupa tanya jawab. Misalnya atasan yang mewawancarai bawahannya untuk mencari informasi mengenai suatu pekerjaannya.
Tujuan Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal mungkin mempunyai beberapa tujuan. Di sini akan dipaparkan 6 tujuan, antara lain ( Muhammad, 2004, p. 165-168 ) :
a. Menemukan Diri Sendiri
Salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah menemukan personal atau pribadi. Bila kita terlibat dalam pertemuan interpersonal dengan orang lain kita belajar banyak sekali tentang diri kita maupun orang lain.
Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada kita untuk berbicara tentang apa yang kita sukai, atau mengenai diri kita. Adalah sangat menarik dan mengasyikkan bila berdiskusi mengenai perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita sendiri. Dengan membicarakan diri kita dengan orang lain, kita memberikan sumber balikan yang luar biasa pada perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita.
b. Menemukan Dunia Luar
Hanya komunikasi interpersonal menjadikan kita dapat memahami lebih banyak tentang diri kita dan orang lain yang berkomunikasi dengan kita. Banyak informasi yang kita ketahui datang dari komunikasi interpersonal, meskipun banyak jumlah informasi yang datang kepada kita dari media massa hal itu seringkali didiskusikan dan akhirnya dipelajari
atau didalami melalui interaksi interpersonal.
c. Membentuk Dan Menjaga Hubungan Yang Penuh Arti
Salah satu keinginan orang yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan dengan orang lain. Banyak dari waktu kita pergunakan dalam komunikasi interpersonal diabadikan untuk membentuk dan menjaga hubungan sosial dengan orang lain.
d. Berubah Sikap Dan Tingkah Laku
Banyak waktu kita pergunakan untuk mengubah sikap dan tingkah laku orang lain dengan pertemuan interpersonal. Kita boleh menginginkan mereka memilih cara tertentu, misalnya mencoba diet yang baru, membeli barang tertentu, melihat film, menulis membaca buku, memasuki bidang tertentu dan percaya bahwa sesuatu itu benar atau salah. Kita banyak
menggunakan waktu waktu terlibat dalam posisi interpersonal.
e. Untuk Bermain Dan Kesenangan
Bermain mencakup semua aktivitas yang mempunyai tujuan utama adalah mencari kesenangan. Berbicara dengan teman mengenai aktivitas kita pada waktu akhir pecan, berdiskusi mengenai olahraga, menceritakan cerita dan cerita lucu pada umumnya hal itu adalah merupakan pembicaraan yang untuk menghabiskan waktu. Dengan melakukan komunikasi interpersonal semacam itu dapat memberikan keseimbangan yang penting dalam pikiran yang memerlukan rileks dari semua keseriusan di lingkungan kita.
f. Untuk Membantu
Ahli-ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi menggunakkan komunikasi interpersonal dalam kegiatan profesional mereka untuk mengarahkan kliennya. Kita semua juga berfungsi membantu orang lain dalam interaksi interpersonal kita sehari-hari. Kita berkonsultasi dengan seorang teman yang putus cinta, berkonsultasi dengan mahasiswa tentang mata kuliah yang sebaiknya diambil dan lain sebagainya.
Efektivitas Komunikasi Interpersonal
Efektivitas Komunikasi Interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality).( Devito, 1997, p.259-264 ).
1. Keterbukaan (Openness)
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya.memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.
Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan.
Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.
Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama tunggal).
2. Empati (empathy)
Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati sebagai ”kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama.
Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang.
Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi komtak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.
3. Sikap mendukung (supportiveness)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategic, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.
4. Sikap positif (positiveness)
Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri.
Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.
5. Kesetaraan (Equality)
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya,, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan,
ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan ”penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.
http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_sosial
/Perilaku+Individu+dan+Pengaruhnya+terhadap+organisasi.pdf
http://organisasi.org
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/01/komunikasi-interpersonal-definisi.html
MUSIK ONE STOP
Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
Hakekat Lembaga Sosial
Keberadaan lembaga sosial tidak lepas dari adanya nilai dan norma dalam masyarakat. Di mana nilai merupakan sesuatu yang baik, dicita- citakan, dan dianggap penting oleh masyarakat. Oleh karenanya, untuk mewujudkan nilai sosial, masyarakat menciptakan aturan-aturan yang tegas yang disebut norma sosial. Nilai dan norma inilah yang membatasi setiap perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Sekumpulan norma akan membentuk suatu sistem norma. Inilah awalnya lembaga sosial terbentuk. Sekumpulan nilai dan norma yang telah mengalami proses institutionalization menghasilkan lembaga sosial.
Proses terbentuknya Lembaga Sosial
Para ilmuan sosial hingga saat ini masih berdiskusi tentang penggunaan istilah yang berhubugnan dengan ”seperangkat aturan/ norma yang berfungsi untuk anggota masyarakatnya”. Istilah untuk menyebutkan seperangkat aturan/ norma yang berfungsi untuk anggota masyarakatnya itu, terdapat dua istilah yang digunakan, yaitu ”social institution” dan ”lembaga kemasyarakatan”. Mana yang benar? Tentu semunya tidak ada yang salah, semuanya benar. Hanya saja ada perbedaan penekanannya. Mereka yang menggunakan istilah ”social institution” pada umumnya adalah para antropolog, dengan menekankan sistem nilai-nya. Sedangkan pada sosiolog, pada umumnya menggunakan istilah lembaga kemasyarakatan atau yang dikenal dengan istilah lembaga sosial, dengan menekankan sistem norma yang memiliki bentuk dan sekaligus abstrak. Pada tulisan ini, akan digunakan istilah lembaga sosial dengan tujuan untuk mempermudah tingkat pemahaman dan sekaligus merujuk pada kurikulum sosiologi yang berlaku saat ini.
Pada awalnya lembaga sosial terbentuk dari norma-norma yang dianggap penting dalam hidup bermasyarakatan. Terbentuknya lembaga sosial berawal dari individu yang saling membutuhkan , kemudian timbul aturan-aturan yang disebut dengan norma kemasyarakatan. Lembaga sosial sering juga dikatakan sebagai sebagai Pranata sosial.
Suatu norma tertentu dikatakan telah melembaga apabila norma tersebut :
1. Diketahui
2. Dipahami dan dimengerti
3. Ditaati
4. Dihargai
Ciri-ciri organisasi sosial
Menurut Berelson dan Steiner(1964:55) sebuah organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Formalitas, merupakan ciri organisasi sosial yang menunjuk kepada adanya perumusan tertulis daripada peratutan-peraturan, ketetapan-ketetapan, prosedur, kebijaksanaan, tujuan, strategi, dan seterusnya.
2. Hierarkhi, merupakan ciri organisasi yang menunjuk pada adanya suatu pola kekuasaan dan wewenang yang berbentuk piramida, artinya ada orang-orang tertentu yang memiliki kedudukan dan kekuasaan serta wewenang yang lebih tinggi daripada anggota biasa pada organisasi tersebut.
3. Besarnya dan Kompleksnya, dalam hal ini pada umumnya organisasi sosial memiliki banyak anggota sehingga hubungan sosial antar anggota adalah tidak langsung (impersonal), gejala ini biasanya dikenal dengan gejala “birokrasi”.
4. Lamanya (duration), menunjuk pada diri bahwa eksistensi suatu organisasi lebih lama daripada keanggotaan orang-orang dalam organisasi itu.
Ada juga yang menyatakan bahwa organisasi sosial, memiliki beberapa ciri lain yang behubungan dengan keberadaan organisasi itu. Diantaranya ádalah:
1. Rumusan batas-batas operasionalnya(organisasi) jelas. Seperti yang telah dibicarakan diatas, organisasi akan mengutamakan pencapaian tujuan-tujuan berdasarkan keputusan yang telah disepakati bersama. Dalam hal ini, kegiatan operasional sebuah organisasi dibatasi oleh ketetapan yang mengikat berdasarkan kepentingan bersama, sekaligus memenuhi aspirasi anggotanya.
2. Memiliki identitas yang jelas. Organisasi akan cepat diakui oleh masyarakat sekelilingnya apabila memiliki identitas yang jelas. Identitas berkaitan dengan informasi mengenai organisasi, tujuan pembentukan organisasi, maupun tempat organisasi itu berdiri, dan lain sebagainya.
3. Keanggotaan formal, status dan peran. Pada setiap anggotanya memiliki peran serta tugas masing masing sesuai dengan batasan yang telah disepakati bersama.
Jadi, dari beberapa ciri organisasi yang telah dikemukakan kita akan mudah membedakan yang mana dapat dikatakan organisasi dan yang mana tidak dapat dikatakan sebagai sebuah organisasi.
Alasan berorganisasi
Organisasi didirikan oleh sekelompok orang tentu memiliki alasan. Seorang pakar bernama Herbert G. Hicks mengemukakan dua alasan mengapa orang memilih untuk berorganisasi: a. Alasan Sosial (social reason), sebagai “zoon politicon ” artinya mahluk yang hidup secara berkelompok, maka manusia akan merasa penting berorganisasi demi pergaulan maupun memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat kita temui pada organisasi-organisasi yang memiliki sasaran intelektual, atau ekonomi. b. Alasan Materi (material reason), melalui bantuan organisasi manusia dapat melakukan tiga macam hal yang tidak mungkin dilakukannya sendiri yaitu: 1) Dapat memperbesar kemampuannya 2) Dapat menghemat waktu yang diperlukan untuk mencapai suatu sasaran, melalui bantuan sebuah organisasi. 3) Dapat menarik manfaat dari pengetahuan generasi-generasi sebelumnya yang telah dihimpun.
Tipe-tipe organisasi
Secara garis besar organisasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu organisasi formal dan organisasi informal. Pembagian tersebut tergantung pada tingkat atau derajat mereka terstruktur. Namur dalam kenyataannya tidak ada sebuah organisasi formal maupun informal yang sempurna.
Organisasi Formal Resmi
Organisasi formal/ Resmi adaah organisasi yang dibentuk oleh sekumpulan orang/masyarakat yang memiliki suatu struktur yang terumuskan dengan baik, yang menerangkan hubungan-hubungan otoritasnya, kekuasaan, akuntabilitas dan tanggung jawabnya, serta memilki kekuatan hukum. Struktur yang ada juga menerangkan bagaimana bentuk saluran-saluran melalui apa komunikasi berlangsung. Kemudian menunjukkan tugas-tugas terspesifikasi bagi masing-masing anggotanya. Hierarki sasaran organisasi formal dinyatakan secara eksplisit. Status, prestise, imbalan, pangkat dan jabatan, serta prasarat lainya terurutkan dengan baik dan terkendali. Selain itu organisasi formal tahan lama dan mereka terencana dan mengingat bahwa ditekankan mereka beraturan, maka mereka relatif bersifat tidak fleksibel. Contoh organisasi formal ádalah perusahaan besar, badan-badan pemerintah, dan universitas-universitas (J Winardi, 2003:9).
Organisasi informal
Keanggotaan pada organisasi-organisasi informal dapat dicapai baik secara sadar maupun tidak sadar, dan kerap kali sulit untuk menentukan waktu eksak seseorang menjadi anggota organisasi tersebut. Sifat eksak hubungan antar anggota dan bahkan tujuan organisasi yang bersangkutan tidak terspesifikasi. Contoh organisasi informal adalah pertemuan tidak resmi seperti makan malam bersama. Organisasi informal dapat dialihkan menjadi organisasi formal apabila hubungan didalamnya dan kegiatan yang dilakukan terstruktur dan terumuskan. Selain itu, organisasi juga dibedakan menjadi organisasi primer dan organisasi sekunder menurut Hicks:
• Organisasi Primer, organisasi semacam ini menuntut keterlibatan secara lengkap, pribadi dan emosional anggotanya. Mereka berlandaskan ekspektasi rimbal balik dan bukan pada kewajiban yang dirumuskan dengan eksak. Contoh dari organisasi semacam ini adalah keluarga-keluarga tertentu.
• Organisasi Sekunder, organisasi sekunder memuat hubungan yang bersifat intelektual, rasional, dan kontraktual. Organisasi seperti ini tidak bertujuan memberikan kepuasan batiniyah, tapi mereka memiliki anggota karena dapat menyediakan alat-alat berupa gaji ataupun imbalan kepada anggotanya. Sebagai contoh organisasi ini adalah kontrak kerjasama antara majikan dengan calon karyawannya dimana harus saling setuju mengenai seberapa besar pembayaran gajinya.
PERILAKU INDIVIDU
DAN PENGARUHNYA TERHADAP ORGANISASI
Pengertian Perilaku Individu
Perilaku individu adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara
individu dengan lingkungannya. Individu membawa tatanan dalam
organisasi berupa kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan,
kebutuhan, dan pengalaman masa lainnya.
Dasar-Dasar Perilaku Individu
Semua perilaku individu pada dasarnya dibentuk oleh kepribadian
dan pengalamannya. Sajian berikut ini akan diarahkan pada empat
variabel tingkat-individual, yaitu karakter biografis, kemampuan,
kepribadian, dan pembelajaran.
1. Karakteristik Biografis
Karakteristik biografis merupakan karakteristik pribadi yang terdiri
dari:
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Status Perkawinan
d. Masa Kerja
2. Kemampuan
Setiap manusia mempunyai kemampuan berfikir masing-masing.
Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun
dari dua faktor, yaitu :
a. Kemampuan Intelektual
Ada tujuah dimensi yang paling sering dikutip yang membentuk
kemampuan intelektual, yaitu:
o Kecerdasan Numerik
Kemampuan untuk berhitung dengan cepat dan tepat.
o Pemahaman Verbal
Kemampuan memahami apa yang dibaca dan didengar
serta menghubungkan kata satu dengan yang lain.
o Kecepatan Konseptual
Kemampuan mengenali kemiripan dan beda visual dengan
cepat dan tepat.
o Penalaran Induktif
Kemampuan mengenali suatu urutan logis dalam suatu
masalah dan kemudian memecahkan masalah itu.
Perilaku Individu dan Pengaruhnya terhadap organisasi Lista Kuspriatni
Perilaku Keorganisasian 2
o Penalaran Deduktif
Kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi dari
suatu argumen.
o Visualilasi Ruang
Kemampuan membayangkan bagaimana suatu objek akan
tampak seandainya posisinya dalam ruang diubah.
o Ingatan
Kemampuan menahan dan mengenang kembali
pengalaman masa lalu.
b. Kemampuan fisik
Kemampuan fisik memiliki makna penting khusus untuk
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kurang menuntut
keterampilan. Ada sembilan kemampuan fisik dasar, yaitu
kekuatan dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan statis, kekuatan,
keluwesan extent, keluwesan dinamis, koordinasi tubuh,
keseimbangan, dan stamina.
3. Kepribadian
Kepribadian adalah himpunan karakteristik dan kecenderungan
yang stabil serta menentukan sifat umum dan perbedaan dalam
perilaku seseorang.
4. Pembelajaran
Pembelajaran adalah setiap perubahan yang relatif permanen
dari perilaku yang terjadi sebagai hasil pengalaman.
K
Variabel yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi
A. Variabel-Variabel Dependen
a. Produktivitas
Yaitu suatu ukuran kinerja yang mempengaruhi keefektifan
dan efisiensi.
b. Keabsenan (kemangkiran)
Yaitu gagal atau tidak melapor untuk bekerja
c. Pengunduran diri (keluar masuknya karyawan)
Yaitu penarikan diri secara sukarela dan tidak sukarela dari
suatu organisasi
d. Kepuasan kerja
Yaitu suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang atau
selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang
pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya
mereka terima.
B. Variabel-Variabel Independen
1. Variabel-variabel level individu
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Status perkawinan
d. Masa kerja
2. Variabel-variabel level kelompok
3. Variabel-variabel level system organisasi
Stress Individu
Stress adalah tekanan atau ketegangan yang dihadapi seseorang
dan mempengaruhi emosi, pikiran, serta kondisi keseluruhan dari
orang tersebut.
Faktor pemicu stress disebut stressor
Stressor dibagi menjadi dua, antara lain :
1. Stressor On The Job (dari dalam lingkungan pekerjaan)
a) Beban kerja berlebih (overload)
b) Desakan waktu (deadline)
c) Kualitas pembimbingan rendah/low supervise
http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_sosial
/Perilaku+Individu+dan+Pengaruhnya+terhadap+organisasi.pdf
http://organisasi.org
Kata Hati
Pernah berfikir ga??
Kadang orang yang kita cinta ga bias kita miliki, tapi orang yang kita miliki gak kita cinta
Ini hanya akan menjadi sebuah teka teki yang gak akan pernah kita tau
Cinta bukan mimpi tapi harapan,bukan apa yang di dapat tapi apa yang di rasa
Cinta bukan puisi tapi kata hati
Aku pun punya jawaban
Jika cinta adalah harapan maka hati adalah jawaban
Bangun kejujuran dan ketulusan hati dengan kepercayaan itulah CINTA
Maka tuhan menciptakan kita dengan :
2 mata
2 telinga
2 tangan
2 kaki
2 paru-paru
Bahkan dengan 2 ginjal
Tapi kenapa TUHAN Cuma memberikan 1 hati ?
Hati yang 1nya lagi berada pada orang yang kita sayang
BOLU GULUNG PEACH
BAHAN :
5 butir telur ayam
100 g gula pasir
100 g Mentega Tawar ANCHOR
1 sdt cake stabilizer
¼ sdt vanilli
100 g tepung terigu
1 sdm susu bubuk
Vla :
200 ml susu
50 g gula pasir
2 sdt tepung maizena
1 butir kuning telur
¼ sdt garam halus
¼ sdt vanilli
1 sdm mentega, lelehkan
Pelengkap : selai stroberi untuk olesan, potongan buah peach, agar-agar bening masak/jelly untuk glazur
CARA MEMBUAT :
• Kocok telur, Mentega Tawar ANCHOR dan gula hingga lembut. Masukkan cake stabilizer dan vanilli. Kocok sebentar, masukkan tepung terigu dan susu bubuk. Aduk rata. Siapkan Loyang, oleskan dasar Loyang dengan mentega. Tuang adonan ke dalam loyang. Sisakan 2 sdm adonan.
• Campur 2 sendok makan adonan dengan cokelat pasta. Semprotkan membentuk garis sejajar pada kue. Panggang dalam oven panas 10 menit. Pindahkan api ke bagian atas. Teruskan memanggang sampai matang.
• Angkat dan taburi permukaan kue dengan gula bubuk (sampai diayak). Balikkan Loyang ke atas kertas roti. Buka kertas pelapisnya. Oles permukaan kue dengan selai stroberi. Gulung kue perlahan-lahan hingga padat.
• Vla : campur semua bahan,aduk dan masak sambil terus di aduk sampai kental. Angkat
• Potong-potong kue agak tebal. Semprot bagian atasnya dengan vla dan taruh potongan buah peach di atasnya. Olesi dengan larutan agar-agar bening masak atau jelly agar mengkilat. Sajikan
Makalah
HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK
Di susun oleh :
Fitriana Setya Kusumaningrum
12210854
2EA19
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN S1-MANAJEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas Negara yang digunakan untuk pembangunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran rakyat . Oleh karena itu, sector pajak memegang peranan penting dalam perkembangan kesejahteraan bangsa. Negara melakukan pemungutan pajak karena banyaknya wajib pajak yang tidak patuh dalam membayar pajak merupakan suatu tantangan tersendiri.
Saat ini penyelesaian permasalahan sengketa di bidang perpajakan telah memiliki sarana, Dengan adanya pengadilan pajak. Sebelum pengadilan pajak berdiri, media yang digunakan untuk menyelesaikan masalah sengketa pajak adalah Majelis Pertimbangan Pajak yang kemudian berkembang menjadi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
1.2 Tujuan Penulisan
Secara umum dapat memerperluas wawasan pembaca dan menjadi referensi bagi pihak yang berkepentingan sehingga diharapkan tiak hanya mengetahui tetapi juga memahami aturan-aturan hokum perpajakan di Indonesia khususnya mengenai lembaga pengadilan pajak.
Secara khusus bertujuan sebagai berikut. Pertama, memaparkan kenyataan yang terjadi berhubungan dengan keberadaan Pengadilan Pajak sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah sengketa pajak. Kedua, menjelaskan dasar hukum apa saja yang berlaku sebagai lanasan perpajakan di Indonesia . ketiga, menguraikan searah perkembangan perpajakan di Indonesia yang berkaitan dengan masalah sengketa pajak dan penyelesaiannya.
BAB II
PEMBAHASAN
PERPAJAKAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHAN SENGKETANYA
2.1 Sengketa Pajak dan Penyelesaiannya
Masalah sengketa pajak ini dari masa ke masa ditanggapi oleh pemerintah yang berkuasa dengan jalan lembaga penyelesaian sengketa pajak. Pada masa pemerintah Hindia-Belanda, di Negara ini telah ada badan penyelasaian sengketa pajak yang di bentuk dengan ordornansi 1915 (staatsblad Nomor 707) dengan nama Raad van het Beroep voor Belastingzaken (Badan Banding Administrasi Pajak) yang kemudian diganti dengan ordonansi 27 januari 1927, Staatsblad 1927 Nomor 29 tentang Peraturan Pertimbangan Urusan Pajak (Regeling van het Beroep Belastingzaken).
Selanjutnya lembaga tersebut oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1959 di ubah menjadi Majelis Pertimbangan pajak yang tugasnya member keputusan atas surat pemeriksaan banding tentang pajak-pajak Negara dan pajak-pajak daerah. Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 1983, MPP diberlakukan sebagai badan peradilan pajak yang sah dan tidak bertentangan dengan kekuasaan kehakiman sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 14 Tahun 1970. UU Nomor 6 Tahun 1983 mengatur hal ini dalam pasal 27 ayat (1) yang berbnyi sebagai berikut.
“Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.” Selanjutnya, ayat (2) pasal yang sama menyebutkan sebagai berikut, “Sebelum badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk,permohonan banding diajukan kepada Majelis Pertimbangan Pajak, yang putusannya bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.”
Seiring berkembangnya aturan mengenai pajak dan semakin meningkatnya potensi sengketa pajak, MPP dianggap sudah tidak memadai dalam melakukan penyelesaian sengketa pajak. Oleh sebab itu, pemerintah merasa perlu membentuk lembaga peradilan di bidang perpajakan yang lebih komprehensif dan di bentuk melalui UndangUndang. Tujuannya adalah menjamin hak dan kewajiban pembayar pajak sesuai dengan Undang-Undang bidang perpajakan serta meberikan keputusan hukum atas sengketa pajak. Putusan lembaga peradilan pajak dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan undang-undang perpajakan sehingga ketentuan-ketentuan di dalamnya dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak.
Maka, berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 di bentuklah Badan Penyelesaian Pajak yang arah tujuan pembentukannya adalah sebagai berikut.
a. BPSP bertugas memeriksa dan memutus sengketa pajak
b. Putusan BPSP bersifat finan dan mempunyai kekuasaan eksekutorial dan berkedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
c. Pengajuan banding atau gugatan ke BPSP merupakan upaya hukum terakhir bagi pembayar pajak dan putusannya. Tidak dapat di gugat ke peradilan umum atau Peradilan Tata Usaha Negara.
2.2 Dasar-dasar Hukum Pajak
Pajak merupakan sarana reformasi negara dalam meningkatkan kemandirian keuangan Negara, meningkatkan tingkat keadilan serta, progresivitas dari pungutan pajak itu sendiri. Pemungutan pajak beserta perangkat hukum untuk mengatur tata caranya merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Secara singkat dan tegas pernyataan tentang pajak tercantum dalam Amandemen Ketiga UUD 1945 Pasal 23A yang berbunyi, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan Undang-Undang.
Peraturan perundang-undangan mengenai pajak yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU Nomor 6 Tahun 1983) yang telah direvisi melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan (UU Nomor 9 Tahun 1994). Karena merupakan saat dibentuknya sebuah aturan pajak nasional yang baru , maka tahun 1983 disebut sebagai tahun reformasi pajak.
Sebelum di bentuk dan diberlakukannya UU Nomor 6 Tahun 1983, dunia perpajakan di Negara ini mengenal asas-asas pemungutan pajak yang disebut “Tri Dharma Perpajakn”. Ketiga asas tersebut adalah sebagai berikut.
a. Bahwa pemungutan pajak harus adil dan merata yang meliputi subyek maupun obyek perpajakan. Sifatnya Universal atau nondiskriminatif.
b. Harus ada kepastian hukum mengenai pemungutan pajak. Dengan kepastian hukum yaitu bahwa sebelum pemungutan pajak dilakukan harus ada Undang-Undang terlebih dahulu.
c. Ketepatan waktu pemungutan pajak. Membayar dan menagih harus tepat pada waktunya.
Selanjutnya sejak UU Nomor 6 tahun 1983 berlaku sebagai Undang-Undang pajak nasional,asas-asas perpajakan yang melandasi ketentuan tersebut adalah seperti dibaeah ini.
a. kesederhanaan(simplification of law) Bahwa undang-undang tentang perpajakan agar disusun sesederhana mungkin sehingga mudah dimengerti isi maupun susunan kata-katanya.
b. Kegotong-royongan nasional Bahwa warga masyarakat harus berperan aktif dalam pemenuhan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kewarganegaraan.
c. Pelimpahan kepercayaan sepenuhnya.kewajiban perpajakan kepada wajib pajak sendiri,maksud pemberian kepercayaan diharapkan agar warga sadar akan kewajiban kenegaraan karena Negara sudah memberikan kepercayaan untuk menghitung,memperhitungkan,membayar pajaknya sendiri.
d. Adanya kesamaan hak dan kewajiban antara wajib pajak dan fiskus.
e. Kepastian dan jaminan hukum bahwa dalam pelaksanaan pemungutan pajak harus di hormati adanya asas-asas kebenaran dan asas praduga tak bersalah.
2.3 Dasar Hukum pengadilan pajak
Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak / Penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada. Pengadilan Pajak merupakan pengadilan tingkat pertama sekaligus terakhir dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak.
Kekuasaan Pengadilan Pajak dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak meliputi semua jenis sengketa pajak meliputi semua jenis sengketa pajak yg di pungut olehpemerintah pusat, termasuk Bea Masuk dan Cukai dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.4 Pelaksanaan Pengadilan Pajak di Indonesia
Pelaksanaan Pengadilan Pajak belum sepenuhnya berjalan lancer . Pada September 2004, seorang pengusaha mengajukan permohonan uji materiil atas UU Nomor 14 Tahun 2002 kepada Mahkamah Konstitusi. Pemohon merasa di rugikan oleh beberapa ketentuan yang terdapat dalam undang-undang tersebut dan beberapa pasal ia anggap bertentangan dengan UUD 1945.
Selain itu menurutnya, pengadilan pajak merupakan bentuk penggabungan kekuasaan yudikatif di bawah legislative. Ia berpendapat bahwa undang-undang ini memuat materi yang melegitimasi kekuasaan pemikiran terhadap warga Negara. Oleh karena itu, perlu ada kontrol atau pengawasan dari legislative dan yudikatif terhadap pengadilan pajak. Hakim-hakim Pengadilan pajak ia nilai belum diawasi secara baik sehingga warga ngara selaku wajib pajak sering dikorbankan. Sebaliknya, ketergantungan hakim-hakim tersebut pada Menteri keuangan harus diutus agar dapat independen dalam memutus sengketa pajak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sejak 1959, pemerintah telah memiliki badan peradilan pajak yaitu Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) yang selanjutnya diganti dengan badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) pada 1997. Akan tetapi, lembaga-lembaga tersebut belum merupakan badan peradilan yang berpuncak di Mahkamah Agung. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu badanperadilan pajak yang sesuai dengan system kekuasaan kehakiman yang berlaku di Indonesia. Sekaligus mampu menciptakan keadilan dan kepastian hokum dalam penyelesaian sengketa pajak, maka dibentuklah Pengadilan Pajak pada 2002.
Pelaksanaan Pengadilan Pajak sebagai sebuah badan peradilan sengketa pajak yang independen belum sepenuhnya terwujud. Banyak pihak berpendapat dasar hokum yang menjadi landasan Pengadilan Pajak belum memenuhi rasa keadilan masyarakat, dalam hal ini para wajib pajak. Selain itu, beberapa pasal juga di khawatirkan belum sesuai dengan amanat UUD 1945
DAFTAR PUSTAKA
Handoko,Rukiah.Pengantar Hukum Pajak:seri Buku Ajar. DEPOK: Fakultas Hukum Universitas Indonesia,2000
www.google.com